Ini nonton kedua kali, setelah dulu sempat nonton versi lebih mentah dalam pewarnaan dan suara. Jadi, ada perbandingan. Dan boleh dibilang, khususnya suara semakin menambah daya cekam film ini. Lanskap suara film ini menambah kedalaman --suara azan subuh masjid kampung bersahutan, tata musik yang atmosferik, napas memberat.
Menonton kali kedua, di bioskop Sala Darsena, dalam rangka world premier di Venice Film Festival. Mungkin ini memberi bias haru saat saya menonton. Film panjang pertama Makbul Mubarak ini, masuk kompetisi Horizon. Tapi, dengan menghitung kemungkinan bias itu, saya masih tetap melihat film ini adalah sebuah film politik yang penting.
Persisnya, sebuah metafor tentang rezim militer Soeharto dan generasi sesudahnya. Sikap ayah Rakib (ia dipenjara, rupanya terpaut urusan dengan sang jenderal purnawirawan) ketika…